Maka,
Lihatlah diri kita.
Yang sama-sama membatin sakit,
Ditahan lewat ujung lidah,
Yang kita gigit kuat-kuat,
Hingga ludah berganti darah.
Yang sama-sama tahu dan melihat,
Kedua mata yang memerah,
Menahan air mata kuat-kuat,
Agar tak menjadi bulir-bulir di muka.
Kita tidak sedang baik-baik saja,
Namun merangkak keluar dari rongrongan penderitaan.
Masing-masing kita mengubur diri,
Dalam senyap dan lelap.
Masing-masing kita berjongkok di bawah meja kamar,
Dan menangis dalam-dalam disedekap.
Kekolotan dinding-dinding pertahanan,
Yang masing-masing kita ciptakan adanya,
Di dalam sini begitu renta,
Tergenang air mata masing-masing kita.
Atap-atap perlindungan,
Yang masing-masing kita ciptakan adanya,
Di dalam sini diam-diam berlubang,
Menenggelamkan dalam jiwa-jiwa kesakitan.
Maka aku selalu terlelap dengan harap,
Esok luka-luka jiwa itu sudah diikhlaskan.
Sehingga kita tidak lagi bicara dengan keras,
Yang sejatinya di situ ada suara-suara yang tak terdengar.
By IMMawati Chandra Mahardika Putri Dewanti