Refleksi Milad IMM 59: Kutha Bengawan dan Peradaban IMM
Ikatan ini semakin
mendekati usia satu abad, jika satu tahun lagi maka akan menginjak usia 60
tahun. Secara garis sejarah bahwa nama Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dicetuskan
oleh Drs. Moh. Djazman Al-Kindi sekaligus ketua umum pertama. Menilik sejarah tanggal
14 Maret 1964 sudah menjadi rahasia umum terhadap kelahiran dari Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah sebagai Angkatan Muda Muhammadiyah.
Tujuan Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah yakni “Mengusahakan Terwujudnya Akademisi Islam Yang
Berakhlak Mulia Untuk Mencapai Tujuan Muhammadiyah”. Tegasnya tujuan tersebut
merupakan kesadaran yang wajib dimiliki setiap kader bahwa IMM merupakan
pelebaran sayap dakwah dari Muhammadiyah di angkatan mudanya, serta
meningkatkan efisiensi, efektifitas dan akuntabilitas ranah gerak tajdid yang
senafas dengan gerakan Muhammadiyah.
Romantisme Gerakan Dimapankan
Perkaderan Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah dilakukan di kampus-kampus baik Perguruan Tinggi
Muhammadiyah atau non Perguruan Tinggi Muhammadiyah, yang sasaran dan target
kader adalah mahasiswa aktif. Trilogi dan Trikompetensi dasar sebagai dasar
gerakan serta kemampuan yang wajib dimiliki kader Ikatan. Sederhananya adalah
misi profetik, kemahasiswaan dan sosial. Dengan modal tersebut Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah diharapkan dapat merawat etos gerakan, etos kenabian, etos
literasi, untuk mencapai cita-cita umat islam yaitu khairu ummah dan
rahmat bagi semesta alam.
IMM merupakan
salah satu ortom dari Muhammadiyah yang sudah tumbuh dan berkembang. Di
Indonesia gerakan Islam (Muhammadiyah) sudah tidak diragukan lagi kiprah dan
kebermanfaatannya. Organisasi ini sangat kaya akan Amal Usaha yang hingga saat
ini dapat dirasakan manfaatnya bukan dari warga persyarikatan saja tetapi dapat
dirasakan kebermanfaatannya oleh masyarakat Indonesia.
Media
Internasional banyak menyorot Muhammadiyah sebagai “The Largest Reformist
Islamic Organization” bahkan bukan hanya sebagai organisasi islam
modern di Indonesia tetapi di Asia Tenggara, sekaligus Aisyiyah sebagai gerakan
perempuan terbesar. Tentu objetifikasi penilaian terhadap Muhammadiyah selalu
berdasarkan keilmuan, bukan hanya berdasarkan jumlah anggota yang besar yang
juga sulit dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Parameter jelasnya adalah
pergerakan muhammadiyah dengan karya amal usaha di bidang sosial maka sangat
wajar apabila Muhammadiyah disebut sebagai yang terbesar.
Di dalam bahasa
pergerakan mahasiswa lain Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah diibaratkan seperti
keluarga harmonis dan sangat berkecukupan daripada fasilitas, contoh kongkrit
IMM yang memiliki ayahanda Pimpinan Muhammadiyah dan Ibundanya Aisyiyah.
Meskipun demikian kader-kader IMM tetap harus mencetuskan gagasan-gagasan segar
dimana kedepannya agar bisa menjadi sebuah tindakan, pada dasarnya Ikatan ini
tidak bisa dipisahkan dari gagasan dan gerakan di dalam kehidupan ber-IMM.
Yang sedikit menghambat dan menjadi gerakan IMM semakin loyo justru karena dimapankan oleh lengkapnya fasilitas. Kader-kader IMM kurang memiliki militansi dalam gerakan, yang mungkin apabila dihadapkan di luar lingkup persyarikatan akan gugup dan merasa kurang akan fasilitas yang berujung meredupkan gerakan. Hal ini sering terjadi karena yang seharusnya dirawat adalah semangat tajdid tanpa meredupkan gerakan.
Surakarta dan Sejarah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
Surakarta atau
sering dikenal dengan Kota Solo yang merupakan pewaris Kerajaan Mataram Islam
kemudian dipecah melalui Perjanjian Giyanti pada tahun 1755, sehingga Surakarta
menjadi kediaman Susuhunan Pakubuwono (yang berada di Keraton Surakarta dekat
dengan Gladag, Solo) dan Adipati Mangkunegara (yang berada di Mangkunegaran,
dekat dengan pasar Triwindu). Surakarta sendiri menjadi nama formal di dalam
susunan pemerintahan, sedangkan Sala/Solo adalah sebutan umum yang didasari
oleh aspek kultural. Semboyan Solo “Berseri” (Bersih, Sehat, Rapi), kota
ini juga menarik untuk hal pariwisata yang membawakan slogan “Solo the
spirit of Java”
Pada hakikatnya
ikatan ini adalah narasi dan gerakan, sehingga IMM sangat kaya akan gagasan
tetapi tidak lupa untuk menjadi gerakan nyata. Surakarta merupakan salah satu
kota bersejarah untuk organisasi yang direstui oleh Presiden Republik Indonesia
Pertama “Saya beri restu kepada iktan mahasiswa muhammadiyah” – Ir.
Soekarno. Menarik garis sejarah bahwa Kota Surakarta menjadi saksi besarnya
organisasi IMM hingga membumbung pesat saat ini.
Tahun 1965 ketika
itu IMM melaksanakan Musyawarah Nasional pertama di Kota Barat, Surakarta. Pada
putusan Munas I ini menghasilkan Deklarasi Kottabarat Enam Penegasan IMM atau
sering dikenal “Enam Penegasan 1965”, Lambang dan Bendera, Muqodimah dan Anggaran
Dasar/Anggaran Rumah Tangga, Pakaian IMMawati yang menggunakan baju kerudung
dengan warna kuning gading. Dilanjut tahun 1966 Tanwir pertama juga dilaksanakan
di Surakarta yang memutuskan 15 pernyataan IMM.
Sejarah kembali dituliskan
pada tahun 1986 di Surakarta, telah dilaksanakannya Seminar dan Lokakarya
Nasional (Semiloknas) dan melahirkan Profil Kader Ikatan. Setelah itu pada
tahun 2014 Surakarta menjadi tempat pelaksanaan Muktamar IMM ke-XVI dalam musyawarahnya
melahirkan Deklarasi Setengah Abad IMM, dan Penegasan Kembali Lambang Resmi
IMM.
Dengan ghiroh dakwah Islam dan semangat tajdid Kota Surakarta terdapat 2 cabang resmi yaitu PC IMM Surakarta dan PC IMM Ahmad Dahlan Surakarta. Hal ini membuktikan bahwa dalam merawat semangat dakwah Islam, menjaga etos profetik, etos literasi, membangun peradaban dan mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya dua pimpinan cabang IMM di Kota Surakarta adalah benar-benar komitmen akan hal tersebut.
Bergerak Bersama, Membangun Peradaban
Menurut Dewan
Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah mengusung tema “Bergerak Bersama
Membangun Peradaban” yakni sebagai respon terhadap situasi kehidupan manusia
secara global, khususnya di Indonesia. Menyadari bahwa kita semua sedang
berusaha memulihkan diri pasca pandemi, namun disaat yang sama trend situasi
global dapat menjadi ancaman serius. IMM menjadi representasi generasi muda
melalui peringatan hari jadi ke-59 ini, berusaha mengamplifikasi gagasan bahwa
dengan suatu kekompakan gerakan, kita bisa melewati berbagai tantangan,
membangun peradaban yang lebih baik lagi.
Dewan Pimpinan
Pusat IMM di dalam gagasannya mengajak seluruh kader IMM dalam bahu membahu bergerak
bersama dalam membangun peradaban. Tentu IMM sendiri yang kadernya adalah
generasi muda yakni memiliki posisi strategis dalam melakukan gerakan aksi
nyata di tengah-tengah masyarakat. Serta yang harus disadari tentang
keseimbangan hak dan kewajiban, sebagai manusia sendiri yang tidak selalu
tentang pikiran tetapi wajib merasa, mengasah kepekaannya melalui keseimbangan
hak dan kewajibannya. Dzawin Nur pernah berkata “dibalik kebebasan dan kemerdekaan
hak lu, juga ada kebebasan dan kemerdekaan hak orang lain” pada dasarnya
kehendak bebas manusia jangan sampai merampas hak orang lain dan menghiraukan
kewajiban diri sendiri.
Membangun peradaban
dengan bergerak bersama hendaknya diawali dengan berangkat dari diri sendiri. Membenahi
dan menata mentalitas yang berpikir optimis dan maju akan masa depan. Bagaimana
pun juga bangsa ini atau pun setiap bangsa pasti memiliki permasalahan, kuncinya
adalah memiliki mindset sebagai pemenang dan juara, jangan sampai generasi muda
wabilkhusus memiliki mindset sebagai pecundang dan pesimisme. Kader IMM yang
berangkat dari berbagai lintas keilmuan dan lintas keahlian yang secara tidak
langsung IMM adalah inkubator serta hasilnya adalah kader bangsa dan negarawan
sejati yang memungkinkan membangun peradaban Indonesia semakin baik.
Semoga Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah di usia ke-59 tahun ini semakin maju dan jaya dalam membangun
peradaban, semakin dirasakan manfaatnya baik di masyarakat, bangsa dan negara. Semoga
berkah rahmat illahi, melimpahi perjuangan kami. Jayalah IMM, IMM Jaya.
Abadi Perjuangan
!!!
