Lebih dari setengah abad usia IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) yang kini akan menginjak usia ke-56. Organisasi yang di dirikan pada 14 Maret 1964 silam ini oleh sekumpulan anak muda yang memiliki cita-cita bersama, yakni membentuk sebuah organisasi tingkat kemahasiswaan di dalam Muhammadiyah. Dengan tekat yang bulat dari para founding father inilah akhirnya berdiri organisasi yang kita kenal dengan nama Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah.
IMM didirikan untuk memfasilitasi para mahasiswa yang menjadi akademisi Muhammadiyah untuk berproses dan berkembang. Dalam enam penegasan IMM yang di deklarasikan di solo tercetus pada poin ketiga bahwa fungsi IMM adalah sebagai eksponen mahasiswa dalam Muhammadiyah. Hal ini menegaskan bahwa IMM adalah anak kandung yang lahir dari rahim Muhammadiyah, maka arah gerak dan idiologi IMM sejalan dengan Muhammadiyah, IMM tidah berdiri sendiri dan memiliki platfrom idiologi sendiri, akan tetapi IMM menginduk pada asas dan kepribadian yang ada dalam Muhammadiyah.
Tujuan IMM yang sering kita gaungkan yakni "Mengusahakan terbentuknya akademisi islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan muhammadiyah". Sudahkan tujuan itu tercapai? Jika belum, lantas apa yang menjadi kendala dan bagaimana solusi untuk mewujudkannya? Namun jika tujuan itu telah tercapai, apakah IMM harus dibubarkan karna tujuannya telah tercapai? Disinilah pertanyaan-pertanyaan kritis yang harus kita renungkan. Sudahkah kita berperan dalam mencetak akademisi Islam yang berakhlak mulia, atau justru kita hanya menjadi beban yang hanya menghasilkan kader-kader yang kurang berperan tetapi malah baperan. Apakah dalam rumah yang super megah dan mewah yang kita sebut Muhammadiyah ini kita hanya jadi burung emprit kecil yang hanya menumpang. Lantas kader macam apa kita ini jika hanya berlindung di bawah nama besar Muhammasiyah tanpa berupaya merefleksikan tujuan dari IMM itu sendiri.
Dengan usia yang ke-56 ini, apa kontribusi IMM untuk agama, negara, dan persyarikatan. IMM sendiri punya slogan yang kita kenal dengan istilah "anggun dalam moral unggul dalam intelektual". Slogan yang menjadi gagasan ini dapat kita reflekaikan bahwa moral atau adab adalah hal paling utama, dan dengan demikian intelektual atau keilmuan kader tidak melenceng atau tersesat dari kepribadian dan arah gerak IMM. Di IMM sendiri juga memiliki jargon lain, yakni "Intelektual Profetik", dimana jargon ini memiliki makna atau arti bahwa keilmuan, pemikiran, dan gerakan IMM berdasarkan atas ajaran kenabian.
Apa kontribusi IMM untuk agama?
Dalam ilmu sosial profetik yang bersumber dari Al-Quran surat Ali-Imran ayat ke 110, "Kuntum khaira umah ukhrijat linnasi ta'muruna bil-ma'rufi wa tanhauna 'anal-munkar wa tu'minuna billahi" (Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah). Dari ayat ini, Kuntowijoyo menafsirkan ilmu sosial profetik kedalam tiga model, yaitu humanisasi, liberasi, dan transendensi. Ketiga model inilah yang digunakan oleh IMM untuk berkontribusi dalam gerakan keagamaan. Humanisasi yang merupakan tafsiran dari amar ma'ruf dimana kader IMM harus bersifat humanis, yaitu memanusiakan manusia. Kemudian liberasi, tafsiran dari nahi mungkar ini berarti pembebasan, dimana islam melakukan pembebasan untuk kemajuan, dalam teologi al-maun yang di gagas KH. Ahmad Dahlan kita diajarkan untuk menolong kaum mustad'afin. Kemudian yang terakhir adalah transendensi atau tu'minuna billah yang bermakna hubungan kita dengan tuhan atau biasa dikenal dengan hablu min Allah, yaitu terkait ibadah dan keimanan kita. Yang menjadi pertanyaan adalah, sudahkah kader IMM berkontribusi dalam agama terutama dalam ketiga aspek dari konsep sosial profetik yang dicetuskan oleh Kuntowijoyo?
Apa kontribusi IMM untuk negara?
Dalam ranah negara kontribusi kader IMM masih sangat minim. Dalam birokrasi saja tidak banyak kader IMM yang mengisi pos strategis. Di lembaga eksekutif tidak ada satupun kader IMM yang mengisi. Di legislatif pun sangat sedikit kader yang duduk di parlemen dan berperan. Inilah kelemahan dari IMM yang tidak menyiapkan kader-kadernya untuk terjun ke ranah polituk praktis. Ini perlu kita siyasahi bagaimana nantinya kader IMM mampu mengisi pos tersebut. Kita harus menyiapkan dari sekarang karena penting bagi IMM agar dapat menyuarakan aspirasi dan kepentingannya, baik itu kepentingan IMM, umat islam, atau masyarakat pada muumnya. Berbeda dengan Muhammadiyah yang telah banyak menyumbangkan kader-kadernya dalam pendirian dan kemajuan bangsa, IMM belum sekalipun menyumbangkan kadernya untuk berkontribusi dalam kemajuan bangsa dan negara. Pertanyaanya, kenapa IMM tidak bisa seperti Muhammadiyah yang mampu menyumbang banyak kader bagi bangsa?
Apa kontribusi IMM untuk persyarikatan?
Dalam enam penegasan IMM padal kedua ditegaskan bahwa kepribadian Muhammadiyah adalah landasan gerak IMM. Di pasal ketiga di tegaskan juga bahwa IMM adalah eksponen mahasiswa dalam Muhammadiyah. Di sinilah peran dan kontribusi IMM dalam mengkader generasi muda Muhammadiyah di tataran mahasiswa. Di pimpinan Muhammadiyah sendiri, IMM telah menyumbangkan kader-kadernya yang berkiprah di Muhammadiyah, bahkan sampai menduduki posisi penting di Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Sebut saja Prof. Dr. Din Syamsudin yang menjabat sebagai ketua umum PP Muhammadiyah dua periode atau sepuluh tahun pada 2005-2015. Beliau dulu pernah menjadi kader IMM Ciputat dan sampai ke DPP IMM. Kemudian ada Dr. Abdul Mu'ti yang sekarang menjabat sebagai Sekretaris Jendral Muhammadiyah periode 2015-2020. Beliau dahulu juga pernah berproses di IMM Semarang. Itulah beberapa kontribusi IMM yang telah menyumbangkan kader-kadernya dalam persyarikatan. Semoga kedepannya lebih banyak lagi kader IMM yang bisa menjadi pimpinan Muhammadiyah.
Di milad yang ke-56 ini dengan mengusung tema "Kolaborasi memajukan bangsa", apakah dengan tema ini IMM benar-benar mampu berkolaborasi memajukan bangsa? Lantas dengan siapa saja IMM dalam berkolaborasi memajukan bangsa? Apa gagasan dari kader IMM untuk mewujudkan kemajuan bangsa? Pertanyaan-pertanyaan kritis inilah yang harus kita renungi, kita muhasabahi, kita internalisasikan, baru kita aktualisasikan gagasan-gagasan tersebut untuk kemajuan bangsa.
*) Ketua Bidang Organisasi PC IMM Ahmad Dahlan Kota Surakarta