Halo IMMawan/ti Selamat Datang!. Informasi Kami.
Postingan

MAHASISWA MEMBACA REALITAS DAN DUNIA

Oleh: 
Nur Kholis Majid
(Ketua Umum PC IMM Ahmad Dahlan Surakarta)

Tradisi membaca adalah sebuah kebiasaan yang harus ditanam dan tumbuhkan sejak dini. Sinergi antara membaca dan menulis sangat dibutuhkan sebagai upaya untuk mengungkapkan gagasan dalam bentuk tulisan.

Sampai saat ini pun membaca masih relevan dengan zaman. Sebagaimana zaman yang diiringi dengan tumbuh dan berkembangnya teknologi canggih.

Pada umumnya, mahasiswa melihat realitas hanya dengan indra penglihatan. Sedangkan, hal ini tidak cukup untuk menjadi dasar pengambilan kesimpulan. Namun dengan membaca, mahasiswa dapat melihat dunia dari berbagai perspektif dalam kehidupan nyata.

Perlu diingat bahwa kedudukan mahasiswa adalah sebagai wasit. Sebagaimana wasit yang mengawasi jalannya sebuah pertandingan sepakbola. Mahasiswa menjadi wasit dalam kehidupannya.
Sebagai wasit, membaca sangat penting bagi mahasiswa. Dengan membaca, mahasiswa dapat mengasah sifat objektivitas dalam melihat rentetan dari rangkaian peristiwa kehidupan. 

Melalui membaca, objektivitas kehidupan tidak didekati dengan sesuatu yang kering, melainkan didekati dengan nuansa yang sarat akan isi guna menangkap logika dan estetika dunia. Dengan alasan itulah membaca menjadi sesuatu yang harus diminati oleh mahasiswa. 

Disisi lain, terdapat buku yang hanya fiktif belaka. Buku fiktif ini terkadang justru menjadi candu. Disamping itu, subjektivitas yang dapat diterima dalam sebuah buku adalah subjektivitas dari sang penulis. Dari subjektivitas sang penulis itu lah terdapat sumber objektivitas alur peristiwa dalam sebuah buku. 

Objektivitas lahir dari subjektivitas penulis, dari sini lah mahasiswa mulai ditantang. Mahasiswa ditantang untuk mendapatkan sebuah objektivitas dari subjektivitas penulis yang itu bukan dirinya. 

Sebagai filter isi bacaan, mahasiswa perlu mengetahui tentang identitas penulis. Meskipun, penulis buku ialah para cendikiawan atau pemenang nobel kepenulisan sekalipun, mahasiswa harus tetap kritis terhadap alur buku yang dibaca.
Apalagi ketika membaca buku bertema baik politik, ekonomi, sejarah, agama, maupun budaya, mahasiswa harus memahami latar belakang penulisan atau setidaknya mengetahui konteks peristiwa dalam buku. 

Membaca lebih menyenangkan daripada menghadiri konser live musik. Namun, bukan berarti konser live musik itu tidak menyenangkan lo ya. Dalam hal ini, perlu diingat bahwa aktivitas membaca tidak membuat mahasiswa menjadi anti sosial. Justru dengan membaca, mahasiswa mendapatkan segudang pengetahuan yang menjadi bekal dalam kehidupan bersosial. Intinya jangan menjadi mahasiwa anti membaca, anti sosial bahkan baperan. 

Banyak mahasiswa bisa membaca, namun tidak banyak yang mau membaca. Jadilah mahasiswa/i Indonesia yang gemar membaca.

Membacalah sebelum penyesalan akan datang. Bukan kah melangkah itu lebih baik dari pada tidak sama sekali ? 

Posting Komentar

Akses seluruh artikel dengan mudah melalui smartphone!