Halo IMMawan/ti Selamat Datang!. Informasi Kami.

Menakar Keber-Muhammadiyahan Kita

 

  

Oleh: Wahyu Jatmiko

(Kabid RPK PK. IMM AR. Fachruddin) 

Menuntut ilmu adalah wajib untuk seorang mukmin. Menjadi seorang mukmin yang berintelektual hingga jenjang pendidikan tinggi. Selain itu, antara ilmu dan iman haruslah  seimbang pada diri seorang mukmin, karena menuntut ilmu tidak untuk kebutuhan di dunia saja, tetapi untuk meraih ridho Allah SWT dalam keberhasilan hidup, bermanfaat di tengah umat, dunia dan akhirat.

Ditengah dinamika masyarakat yang semakin kompleks tentunya muncul permasalahan-permasalahan, tuntutan-tuntutan akan kehidupan yang indah dan damai. Disini seorang mukmin yang memiliki pengetahuan dan pemahaman Ilmu wajib untuk turun dan ikut andil terhadap dunia sosial masyarakat. Dengan demikian akan timbul keindahan, kenyamanan, dan damai dalam hidup bermasyarakat. Pada hakikatnya Islam bukan hanya keindahan, kebagusan dalam peribadatan saja, tetapi harus bermanfaat dalam tatanan sosial masyarakat. Digambarkan pada firman Allah SWT Q.S Al-Jumuah ayat 9 bahwa jika sholat selesai dikerjakan bermuamalah-lah dalam jalan Allah agar tercapai kebahagiaan.

Dijelaskan juga dalam ayat Al-Isro ayat 78 bahwa carilah dari apa yang dikaruniakan oleh Allah untuk bekal hidup di akhirat, akan tetapi jangan melupakan bagian hidup di dunia dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu,serta jangan berbuat kerusakan, sesungguhnya Allah tidak senang  pada pembuat kerusakan. Contoh nyata seperti teologi Al-Maun oleh bapak pendiri Muhammadiyah KH. Ahmad Dahlan. Meskipun santrinya sudah paham dan hafal surat Al-Maun namun pengajian ini diulang-ulang terus sampai santri-santrinya menjadikan amaliah nyata kandungan surat Al-Maun baik yang tersurat atau tersirat yaitu penyantunan kepada anak yatim dan faqir miskin.

Dalam bermuhammadiyah dengan mematuhi, memahami, dan melaksanakan peraturan, pedoman serta kebijakan pimpinan persyarikatan dari hasil musyawarah seperti AD dan ART, Ketentuan Majelis, Panduan-Panduan, Keputusan-keputusan pimpinan dll kita mampu mewujudkan keberimanan dan keberilmuan ketika berorganisasi di Muhammadiyah. Berorganisasi di Muhammadiyah kita tahu bahwa pada estafet kepemimpinan jauh dari bentrokan, dan kegaduhan, bersih dari politik kepentingan dan uang.

Sejak dilantik pimpinan AUM baru, dalam kesempatan menjabat tidak harus berambisi untuk menyelesaikan semua program akan tetapi memberikan tahapan yang tepat untuk diteruskan pimpinan selanjutnya. Dalam arti lain, menyadari keterbatasan waktu periodesasi, sebaiknya melakukan dengan memedomani ketentuan yang baku dalam persyarikatan. Sehingga Pejabat AUM sebelum dilantik harus menyadari akan hal ini. Karena pada rentang masa jabatannya diberikan kesempatan untuk mewujudkan tahapan grand desain dan gran planning pengembangan AUM berkemajuan sedemikian rupa yang berkelanjutan.

Selain itu untuk menjadikan Persyarikatan semakin luas dikenal dan semakin menunjukkan peran di tengah masyarakat. Perlu diketahui bahwa AUM dengan Muhammadiyah menjadi sarana kolaborasi dan kemitraan di banyak pihak. Dalam perkembangan atau membuka AUM baru di setiap Muhammadiyah dibutuhkan SDM yang berkompeten dalam setiap bidang, dan itu tentunya tidak cukup tersedia pada segenap anggota. Dengan ketidaktersediaan SDM ini mengajak dengan terbuka kepada pihak-pihak yang bersimpati dan bervisi yang sejalan dengan Muhammadiyah untuk membantu Muhammadiyah. Karena Muhammadiyah menghendaki pengelolaan AUM yang professional, mandiri dan berkemajuan. Untuk menjauhkan kecemburuan persyarikatan harus memberikan apresiasi dengan tepat dan memberikan fasilitas dedikasi loyalitas saudara-saudara kita dengan sebaik-baiknya, serta aktivis-aktivis dan kader Muhammadiyah yang kualifikasinya belum memadai di bidang tertentu atau bahkan belum memiliki kualifikasi yang sesuai di AUM harus memiliki hati yang legowo (berlega hati), bahkan wajib disyukuri karena ketika tidak adanya kiprah saudara-saudara kita AUM tidak dapat meraih sasaran yang diinginkan. Jangan sampai ada kecemburuan atau prasangka dengan keberadaan yang telah berhidmat dalam persyarikatan atau AUM  menjadi pesaing atau ancaman yang akan menurutp peluang naiknya kita dalam jabatan tertentu itu adalah tanda kelemahan iman kita dalam menyikapi karunia Allah SWT, Allah berfirman pada QS Al-Imron ayat 26 bahwa bukankah Allah pemilik kerajaan ,akan diberikan kepada yang dikehendaki dan dicabut dari siapa yang dikehendaki.

Maka dari itu mari bersama-sama untuk menghidup-hidupkan Muhammadiyah, jangan hanya sekedar berkehidupan dari Muhammadiyah atau lebih buruknya menjadikan Muhammadiyah untuk lahan kehidupan.

Perlu disadari ketika saudara-saudara kita yang bergabung dengan persyarikatan melalui AUM baiknya untuk terus menyesuaikan diri, memiliki keinginan tahuan lebih tentang Muhammadiyah seperti ideologinya, sifatnya, perjuangannya, paham dalam hal agama, dll. Sehingga Pimpinan AUM paham visi dan tujuannya seperti saudara-saudaranya yang lebih dahulu ber-Muhammadiyah dan barisan kader Muhammadiyah akan semakin kuat. Karena harapannya AUM agar dapat mencetak kader penerus yang memadai dan memiliki kualifikasi lebih dalam suatu AUM. Jangan sampai Pimpinan AUM menyengaja tidak mempersiapkannya agar kepemimpinan dapat berlanjut tanpa halangan apapun, jika demikian sungguh naif pemimpin itu, terlebih lagi Pimpinan Persyarikatan yang bertanggungjawab dalam menerbitkan SK-nya.

Maka dari itu, sebaiknya AUM diserahkan tidak hanya kepada orang yang bersimpati dan satu visi dengan Muhammadiyah, melainkan kader yang kapabel dan teruji. Sangat perlu adanya pembinaan dari Pimpinan Persyarikatan untuk membantu memahami, mendalami, dan berkiprah nyata dalam kegiatan ber-Muhammadiyah. Agar Pimpinan AUM dapat melebur secara lahir batin sebagai warga Muhammadiyah serta dalam berkiprah memimpin akan lebih semangat, dan ketika tugasnya sudah berakhir akan tetap bermesraan bersama Muhammadiyah dan tidak akan berhenti ber-Muhammadiyah.

Dukungan dan kelapangan hati yang tulus oleh saudara-saudara yang lebih awal ber-Muhammadiyah harus bisa menyambut warga baru yang masuk melalui AUM karena keunggulan kompetensi dirinya kemudian menjadikannya Pimpinan AUM. Sebagai contoh seperti yang dilakukan kaum Ansor terhadap kaum Muhajirin, bilamana kaum Ansor menerima sebagai saudara dengan sikap dan kecintaan yang tulus. Sebagaimana pada firman Allah SWT QS Al-Hasyr ayat 9 yang artinya “Dan orang Ansor yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman sebelum kedatangan mereka ( Muhajirin) ,mereka mencintai orang yang berhijrah ke tempat mereka. Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka ( Muhajirin); dan mereka mengutamakan (Muhajirin) atas dirinya sendiri meskipun mereka juga memerlukan….”

Mari kita simpulkan bahwa dalam ber-Muhammadiyah bukan untuk mendapat kana tau melakukan apa di Muhammadiyah, melainkan karena ketulusan hati untuk menjunjung tinggi Islam melalui jalan dakwah Amar Ma’Ruf nahi Munkar dengan berserikat atau berorganisasi di Muhammadiyah. Sehingga makna dalam ber-Muhammadiyah memiliki makna ibadah, serta syarat setiap ibadah harus tulus dan ikhlas (QS Al-Bayyinah ayat 5).

Posting Komentar

Akses seluruh artikel dengan mudah melalui smartphone!