May day atau
Hari Buruh Internasional yang setiap tahunnya diperingati pada 1 Mei, merupakan peringatan untuk
menghormati para pekerja di seluruh dunia. Pada peringatan hari buruh kali ini, saya ingin mengenang sosok pahlawan buruh dari Kota Nganjuk. Siapa dari kita
yang tidak mengenal sosoknya, seorang Kartini yang dibungkam, Kartini yang
dibunuh karena kebenaran. Ialah Marsinah, seorang perempuan kelahiran Nganjuk,
10 April 1969 merupakan karyawati PT. Catur Putra Surya (CPS) Porong, Sidoarjo.
Marsinah ditempatkan sebagai operator
mesin dengan upah 1.700 rupiah per hari.
Awal mula
terjadinya kasus Marsinah ini pada pertengahan April 1993, para buruh pabrik
tempat kerja Marsinah resah karena mendengar berita kenaikan upah menurut Surat Edaran
Gubernur Jawa Timur No. 50 Tahun 1992. Dalam surat tersebut memuat himbauan bahwasanya para pengusaha diminta untuk menaikkan upah buruh sebesar 20%, dari upah pokok yang
semula Rp. 1.700 menjadi Rp. 2.250 per hari. Berdasar pada surat edaran tersebut, Marsinah dan teman-temannya melakukan aksi untuk menuntut perusahan tempatnya bekerja agar segera menaikkan upah karyawan sesuai
Lalu bagaimana
HAM melihat hal ini? Menurut UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk
aparat negara baik disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi,
menghalangi, membatasi, dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau
kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan, atau
dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar,
berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. Dengan demikian, Pelanggaran HAM
merupakan tindakan pelanggaran kemanusiaan baik dilakukan oleh individu maupun kelompok oleh negara terhadap hak asasi individu.Tidak dapat bisa kita bayangkan apabila
kebijakan orde baru digunakan saat ini, seperti kebijakan kritik dibungkam dan
oposisi diharamkan.Padahal kritik itulah sebagai jembatan rakyat untuk
berdemokrasi, seperti kita ketahui, sebuah pemerintahan yang baik akan tetap
eksis selama para pejabat terbuka dalam menerima kritik.
Menilik kasus
Marsinah dengan pola interaksi sosial selayaknya mampu mempertahankan dan
memperjuangkan hak kita sendiri. Di samping itu, kita juga harus bisa
menghormati dan menjaga hak orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran
HAM. Dan Jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang
lain. Sudah saatnya pemerintah membuka mata selebar-lebarnya akan kasus Marsinah dan
kasus-kasus yang dialami oleh buruh saat ini. Pemerintah sebaiknya berani
membuka ulang kasus Marsinah atas nama demokrasi dan HAM.
MARSINAH RAGAMU
MUNGKIN SUDAH SIRNA, TAPI SEMANGATMU SELALU MEMBARA. MATI DIBUNUH KARENA BENAR.
SELAMAT
HARI BURUH, DEDIKASI DAN LOYALITASMU UNTUK MEMBANGUN NEGARA.
Oleh: IMMawati Lutfia Azahra (PK IMM AR Fachruddin)