Tepatnya pada Senin, 6 Juni 2022 telah dilaksanakan DIRPK (Diskusi Riset Pengembangan Keilmuan): Kesederhanan K.H. A.R. Fachruddin dalam memimpin Muhammadiyah. Diskusi tersebut diadakan oleh bidang riset dan keilmuan dari PK IMM AR Fachruddin sebagai cara menghidupkan kembali semangat kepemimpinan dalam ber-IMM bagi kader-kader ikatan. IMMawan Wahyu Jatmiko sebagai pemantik dalam diskusi ini cukup bersemangat dalam menyampaikan materinya.
IMMawan Jatmiko memaparkan materi mengenai kiprah salah satu tokoh Muhammadiyah yaitu, Kyai Haji Abdur Razzaq Fachruddin yang mana adalah tokoh penggerak yang mencetak rekor terlama dalam memimpin Muhammadiyah, yaitu selama 22 tahun ( 1968 – 1990 ). Beliau dilahirkan pada tanggal 14 Februari 1916 di Cilangkap, Purwanggan, Pakualaman, Yogyakarta. Ayahnya bernama K.H. Fachruddin ( seorang Lurah Naib atau Penghulu dari Puro Pakualaman yang diangkat oleh kakek Sri Paduka Paku Alam VIII ) yang bersal dari Bleberan, Brosot, Galur, Kulonprogo. Sementara ibunya bernama Maimunah binti K.H. Idris Pakualaman.
Dikisahkan juga mengenai masa pendidikan K.H. A.R. Fachruddin yang dimulai dari belajar di sekolah fomal Standaard
School ( Sekolah Rakyat ), Muhammadiyah Bausasran( 1923-1926 ). Pada
tahun 1925, beliau pinda ke sekolah Standaard School ( Sekolah Dasar )
Muhammadiyah Prenggan, Kotagede, Yogyakarta. Di sinilah sebagai pintu pembuka
beliau mengenali Muhammadiyah. Tahun 1928, beliau melanjutkan pendidikannya di
Madrasah Mualimin Muhammadiyah namun pada tahun 1929, beliau diminta ayahnya
untuk kembali ke kampung halamannya. Pendidikannya dilanjutkan pada tahun 1932, di
Madrasah Muhammadiyah Doroel Oelum ( Darul Ulum ), Wonopeti. Kemudian KH. AR
Fachruddin menlanjutkan sekolahnya ke Madrasah Tabligh School ( Madrasah
Muballigin III ) Muhammadiyah di Kampung Suronatan, Yogyakarta.
IMMawan Jatmiko juga menjelaskan terkait perjalanan organisasi K.H. A.R. Fachruddin yang berawal dari Ketua Daerah Kota Madya Yogyakarta (1950-1951), Ketua Wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ( 1952-1953 ) dan menjadi pembantu PP Muhammadiyah. Sampai pada tahun 1968, beliau dipilih untuk menggantikan K.H. Fakih Usman untuk menjadi ketua umum Muhamadiyah . Sejak saat itu K.H. A.R. Fachruddin terpilih menjadi ketua umum secara berturut-turut dalam tiga kali Muktamar Muhammadiyah ( periode 1971-1974, 1974-1978, 1978-1985).
Dikatakan oleh IMMawan Jatmiko bahwasanya model kepemimpinan yang beliau bawa dalam memimpin umat yaitu merakyat. Artinya dalam memimpin beliau sangat dekat dengan massa yang dipimpinnya. Hal ini dibuktikan dengan keikhlasan beliau untuk terjun ke wilayah pelosok. Adapun kelebihan beliau adalah mampu menjembatani antara kekuatan masyarakat dan umat yang awam dengan kelompok intelektual maupun ulama. Karena dalam pemikiran beliau, ketika menjadi anggota Pimpinan Muhammadiyah perlu membaca riwayat Rasulullah SAW dalam menjalankan amanah sebagai pemimpin, maka hendaknya : "Berpandai-pandailah, beramah-ramahlah dalam bergaul dengan ummat yang sedang dipimpin". Selain model kepemimpinanya yang merakyat, beliau juga memiliki kepribadian yang sederhana. Adapun kesederhanaan yang harus dicontoh antara lain:
1. Entengan, semisal dalam setiap generasi akan diberikan sebuah amanah, maka dalam menjalankannya harus ikhlas tanpa mengharap imbalan,
2. Gemar Berderma, perlunya simpati terhadap lingkungan sekitar yang membutuhkan,
3. Sederhana, Supel, dan Ikhlas. Pribadi sederhana beliau tercermin ketika memimpin Muhammadiyah sampai akhir hayatnya. Beliau tidak memiliki rumah dan tidak pernah mengambil atau menerima uang dari organisasi Muhammadiyah. Untuk menghidupi kebutuhannya, beliau berjualan bensin eceran, dan istrinya berjualan songket, kain batik, maupun alat ibadah.
4. Bersahaja, Jujur dan Toleran. Dalam berdakwah beliau memberikan kesan sederhana tidak muluk-muluk dan tidak memberatkan. Beliau sangat total dalam mengemban amanah.
Disebutkan oleh IMMawan Jatmiko dalam pemaparannya, K.H. A.R. Fachruddin berpesan bahwa dalam bermuhammadiyah tidak perlu
tergesa-gesa, artinya jangan sampai menjadi anggota Muhammadiyah dengan
terpaksa. Hal ini karena, pentingnya tahapan mempelajari Dasar Muhammadiyah.
Dasar tersebut mencangkup Asas dan Tujuan, Khittah, Anggaran Dasar, Anggaran
Rumah Tangga, dan Kepribadiannya. Jika dasar tersebut sudah dipahami secara
mendalam maka tidak ada keraguan untuk bermuhammadiyah. Dengan demikian dalam
meluaskan Muhammadiyah tanpa harus memaksakan kehendak. Karena dalam Islam juga diperintahkan agar tidak perlu ada paksaan kepada seseorang untuk mengajak orang lain memeluk agam islam,
begitupun dengan keyakinan mereka.
Di akhir penyampaiannya, IMMawan Jatmiko memberikan pernyataan serta semangat bagi kader-kader ikatan bahwa, "Dalam perkembangan muhammadiyah, setiap masanya akan memiliki tantangan
tersendiri. Untuk menjalankannya, pertahankan apa yang menjadi tradisi
muhammadiyah dan kembangkan apa yang baik untuk muhammadiyah."